Selasa, 24 Juni 2014

PENDAPAT ULAMA TERKAIT RUKYAT GLOBAL


PENDAPAT ULAMA TERKAIT RUKYAT GLOBAL

Yang dikehendaki dengan rukyat global di sini adalah merukyat hilal [melihat bulan sabit] tanggal satu Ramadlan atau tanggal satu Sawal, untuk mengawali atau mengakhiri ibadah puasa Ramadlan, di mana rukyat tersebut dilakukan oleh sebagian dari kaum muslim di seluruh dunia dan berlaku untuk seluruh kaum muslim di seluruh dunia, tanpa mempersoalkan batas-batas Negara nasional. Maka dalam prakteknya, sebagai contohnya, kaum muslim yang berada di Negara Indonesia boleh mengikuti rukyatul hilal yang dilakukan oleh sebagian kaum muslim di Hijaz atau Arab Saudi untuk mengawali atau mengakhiri ibadah puasa Ramadlon. Berikut adalah pendapat para ulama terkait hal tersebut:

واتفقوا [أي الأئمة الأربعة] عَلَى أَنَهُ إذا رئى الهلال فى بلدة قاصية أنه يجب الصوم على سائر أهل الدنيا، إلا أن أصحاب الشافعي صححوا أنه يلزم حكمه البلد القريب دون البعيد. واتفقوا على أنه لااعتبار بمعرفة الحساب والمنازل، إلا فى وجه عن ابن شريح، بالنسبة إلى العارف بالحساب. [مييزان الكبرى لعبد الوهاب الشعرانى، الجزء الثاني، ص: 17-18].
Empat Imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'iy dan Imam Ahmad) telah sepakat bahwa ketika bulan sabit telah terlihat di belahan dunia yang jauh, maka wajib puasa atas seluruh
penduduk dunia. Hanya saja ashhab Syafi'iy telah mentashih bahwa hukum tersebut hanya mengikat (penduduk) negeri yang dekat, bukan (penduduk negeri) yang jauh.  Dan mereka telah sepakat bahwasanya pengetahuan hisab dan posisi bintang itu tidak diperhitungkan (dalam menentukan awal dan akhir Ramadlan), kecuali miturut pendapat Ibnu Syuraih, bagi orang yang mengerti hisab.

ذهب الجمهور إلى أنه لاعبرة باختلاف المطالع، متى رأى الهلال أهل البلد وجب الصوم على جميع أهل البلاد، لقول رسول الله صلى الله عليه وسلم: صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته … وهو خطاب عام لجميع الأمة، فمن رآه منهم، في أي مكان، كان ذلك رؤية لهم جميعا [فقه السنة للسيد سابق، ص: 367-369].
Jumhur (mayoritas ulama mujtahid) berpendapat bahwasanya perbedaan mathlak itu tidak diperhitungkan. Kapan saja penduduk suatu negeri telah melihat bulan sabit, maka wajib puasa atas semua penduduk dunia, karena Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasalah kalian karena melihat bulan sabit, dan berhari rayalah kalian karena melihatnya…..". Seruan Nabi itu ditujukan kepada semua umat Islam. Maka siapa saja di antara mereka telah melihat bulan sabit di tempat manapun, maka hal itu menjadi rukyat bagi mereka semua.

فصل: واتفقوا [أي الأئمة الأربعة] على أنه إذا رؤي الهلال فى بلد رؤية فاشية، فإنه يجب الصوم على سائر أهل الدنيا، إلا أن أصحاب الشافعي صححوا أنه يلزم حكمه أهل بلد القريب، دون البعيد. والبعيد يعتبر على ما صححه إمام الحرمين والغزالي والرافعي بمسافة القصر، وعلى ما رجحه النووي باختلاف المطالع كالحجاز والعراق. واتفقوا على أنه لااعتبار بمعرفة الحساب والمنازل، إلا فى وجه عن ابن شريح من عظماء الشافعية، بالنسبة الى العارف بالحساب. [رحمة الأمة، هامش ميزان الكبرى، باب الصيام، لأبي عبد الله محمد بن عبد الرحمن الدمشقي العثماني الشافعي].
Empat Imam madzhab telah sepakat bahwasanya ketika bulan sabit telah terlihat di negeri rukyat yang jauh, maka wajib puasa atas seluruh penduduk dunia. Hanya saja Ashhab Syafi'iy telah mentashih bahwa hukum tersebut hanya mengikat penduduk negeri yang dekat, bukan yang jauh. Sedang perhitungan negeri yang jauh miturut pendapat yang telah ditashih oleh Imam Haromain, Imam Ghazali dan Imam Rafi'iy adalah jarak mengqashar shalat. Sedang miturut pendapat yang telah diunggulkan oleh Imam Nawawi adalah perbedaan mathlak seperti Hijaz dan Irak. Dan mereka telah sepakat bahwasanya pengetahuan hisab dan posisi bintang itu tidak diperhitungkan, kecuali miturut pendapat Ibnu Syuraih termasuk pembesar syafi'iyyah, bagi orang yang mengerti hisab.

وانظر نيل الأوطار للشوكاني، وفتح البر لابن حجر العسقلاني، وسبل السلام للصنعاني، والروائع البيان لعلي الصبوني، والفقه على المذاهب الأربعة لعبد الرحمن الجزيري، والجامع لأحكام القرأن للقرطبي، والدر المختار للحشفاكي، ومغني المحتاج لابن قدامة، ومجموع الفتاوى لإبن تيمية، كل ذلك فى باب الصيام أو الصوم.
Dan lihat kitab Nailul Authar karya Imam Syaukani,  Fathul Barri karya Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani, Subulus Salam karya Imam Shan'ani, Rowaiul Bayan karya Imam Ali Shabuni, al-Fiqh 'ala Madzahibil Arba'ah karya Imam Abdurrahman al-Jaziri, al-Jami' li Ahkamil Qur'an karya Imam Qurthubi, al-Durrul Mukhtar karya Imam Hasyfaki, Mughnil Muhtaj karya Imam Ibnu Qudamah, dan Majmu'ul Fatawa karya Imam Ibnu Taimiyah, di mana semuanya terdapat pada bab puasa.
  
Hadis-hadis terkait rukyat global yang dipakai oleh jumhur ulama:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم الشهر فعدوا ثلاثين. رواه البخاري ومسلم والنسائي. وفي لفظ: عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فاقدروا ثلاثين.
Dari Abu Hurairah RA berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal. Lalu apabila bulan terhalang mendung atas kalian, maka hitunglah tigapuluh". HR Bukhari, Muslim dan Nasai. Dan dalam lafadz lain. Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal. Lalu apabila kalian terhalang mendung, maka perkirakanlah tigapuluh".

وعن أبي هريرة رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غم عليكم فصوموا ثلاثين يوما. رواه مسلم وابن ماجه.
Dan dari Abu Hurairah RA: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Apabila kalian telah melihat hilal, maka berpuasalah. Dan apabila kalian telah melihat hilal, maka berbukalah. Lalu apabila kalian terhalang mendung, maka berpuasalah tigapuluh hari". Dan hadis-hadis lain yang senada.

وروي عن جماعة من الأنصار قالوا غم علينا هلال شوال، فأصبحنا صياما، فجاء ركب من آخر النهار، فشهدوا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم أنهم رأوا الهلال بالأمس، فأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفطروا من يومهم، وأن يخرجوا لعيدهم من الغد. رواه الخمسة إلا الترمذي.
Dan telah diriwayatkan dari Jama'ah Anshar bahwa mereka telah berkata: "Hilal bulan Sawal telah tertutup mendung atas kami, lalu pagi harinya kami berpuasa, lalu pada sore harinya datang kafilah, lalu mereka bersaksi kepada Rasulullah SAW bahwa mereka telah melihat hilal kemaren, lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar mereka berbuka pada hari itu juga, dan agar keluar untuk shalat 'idul fitri pada pagi harinya".

Dan lihat kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar al-'Asqalani pada bab shalat 'idul fitri dan 'idul adlha serta syarahnya, yaitu kitab Subulus Salam karya Imam Shan'ani.

Catatan;
Satu   mathla’ = 24 farsakh / pos [fathul mu’iin]
Satu  farsakh  = radius 7.499,9925 m / 7,5 km [fathul qodir]
Berarti, satu mathla’ = 24 farsakh x 7.499,9925m = radius 179.999,82m
Sedangkan luas wilayah Indonesia sekitar 5.200, km.
Lalu 5.200, km : 179.999,82m = 28,888917778 [28 mathla’ lebih].
Maka Indonesia memiliki 28 mathla'.

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sistem rukyat yang dipakai oleh sebagian organisasi di Indonesia telah keluar dari sistem ikhtilaful mathali’ [perbedaan mathla’] miturut pendapat yang telah ditarjeh oleh Imam Nawawi, karena Indonesia memiliki 28 mathla', dan telah keluar dari sistem masafatul qashri [jarak mengqashar shalat] miturut pendapat yang telah ditashih oleh Imam Ghazali, Imam Haromain dan Imam Rofi’i, maka status  hadits Kuraib dari Ibnu Abbas ra. yang mendasarinya tidak perlu diperdebatkan lagi karena secara substansial dan factual hadis itu sudah tidak terpakai lagi.

Hadis Kuraib;
عن كريب رضي الله عنه: أن أم الفضل بعثته إلى معاوية بالشام. قال: فقدمت بالشام فقضيت حاجتها واستهل علي هلال رمضان وأنا بالشام. فرأيت الهلال ليلة الجمعة، ثم قدمت المدينة في آخر الشهر، فسألني عبد الله بن عباس –ثم ذكر الهلال- فقال: متى رأيتم الهلال؟ فقلت: رأيناه ليلة الجمعة. قال: أنت رأيته ليلة الجمعة؟ قلت: نعم، ورآه الناس فصاموا وصام معاوية. قال: لكن رأيناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين يوما أو نراه. فقلت: أولا نكتفي برؤية معاوية وصيامه؟ قال: لا، هكذا أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم. أخرجه مسلم و النسائ وأبو داود والترميذي.
Dari Kuraib bahwa Umul Fadlal pernah mengutusnya ke Muawiyah di Syam. Kuraib berkata: "Lalu aku datang ke Syam. Lalu aku menyelesaikan hajatnya (Umul Fadlal) dan hilal Ramadlan telah terlihat dan aku berada di Syam. Maka aku telah melihat hilal pada malam Jum'at. Kemudian aku datang ke Madinah pada akhir bulan. Lalu Abdullah Ibnu Abbas menanyaiku, –kemudian ia menuturkan hilal- lalu beliau berkata: "Kapan kalian melihat hilal?", lalu aku berkata: "Kami telah melihatnya pada malam Jum'at". Beliau berkata: "Akan tetapi kami telah melihatnya pada malam Sabtu, maka kami terus berpuasa sampai menyempurnakan tigapuluh hari, atau kami melihatnya". Lalu aku berkata: "Apakah kami tidak cukup dengan rukyatnya Muawiyah serta puasanya?", beliau berkata: "Tidak, demikianlah Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kami".

Mengenai topik Ikhtilaful Mathali’ [perbedaan mathla'], maka Syaikh Muhammad Husain Abdullah rh. telah menjelaskan alasannya sebagai berikut ;
أما اختلاف المطالع التي يتذرع بعض العلماء وغيرهم فهي من باب تحقيق مناط الحكم الذي بحثه الفقهاء السابقون للواقع الذي كان موجودا زمنهم حيث كان المسلمون لا يتمكنون من إبلاغ رؤية الهلال إلى جميع سكان دولة الخلافة المترامية الأطراف، لأن وسائل الإعلام التي كانت متاحة يومئذ كانت قاصرة عن ذلك.
Adapun perbedaan mathla' yang dijadikan alasan oleh sebagian ulama dan oleh yang lain, maka itu termasuk bab 'Tahqiqu Manathil Hukmi' (identifikasi terhadap obyek hukum) yang telah dibahas oleh fuqaha terdahulu terhadap realita yang ada saat itu, di mana kaum muslim tidak bisa menyampaikan rukyat hilal kepada semua penduduk Negara Khilafah yang wilayahnya saling berjauhan, karena sarana informasi yang ada saat itu tidak dapat menjangkau semuanya.

وأما اليوم، فوسائل الإعلام الموجودة قادرة على نقل خبر رؤية الهلال إلى أي مكان، فى ثوان معدودة، فيلزم المسلمين اليوم الصوم، أو الإفطار، لمجرد سماعهم خبر رؤية الهلال، ولو لم يروه هم فى بلدهم، مادام الذي رآه مسلم … [مفاهم إسلامية للشيخ محمد حسين عبد الله، ج، 2 ص: 159].
Adapun sekarang, maka sarana informasi yang ada telah mampu memindahkan berita rukyat hilal ke tempat manapun dalam beberapa menit saja. Maka wajib atas kaum muslim saat ini berpuasa atau berbuka hanya dengan mendengar berita rukyat hilal meskipun mereka sendiri tidak melihatnya di negerinya, selama yang telah melihatnya adalah orang muslim.

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa pendapat rukyat global yang dipraktekkan oleh Hizbut Tahrir dan kelompok lain adalah pendapat yang kuat dan realistis juga rasional. Apalagi kalau dikaitkan dengan sejumlah hadis yang melarang mendahului bulan Ramadhan atau bulan Syawal dalam berpuasa dan berbuka, yang mengharamkan puasa pada hari raya, dan yang terkait dengan puasa Tarwiyah dan Arofah yang harus bersamaan dengan jamaah haji yang membawa bekal air minum untuk pergi ke Arofah dan jamaah haji yang wukuf di Arafah, maka semakin jelaslah kekeliruan pendapat rukyat lokal atau rukyat nasional, karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan tidak realistis dan tidak rasional, ibarat makanan telah kedaluwarsa. Wallahu a'lam bish shawab.
(Abulwafa Romli). 
https://www.facebook.com/notes/160634617405344/

0 komentar:

Posting Komentar